Friday, June 27, 2014

MALAM, SEMARANG

..diantara lalu lalang yang asing terasa,
tugur menerka malam simpang lima

ah, entah
tetap saja tak hilang resah
tentang dirinya
:si paras ayu memerah

lalu malam semakin beranjak, kuasa
menebar jalajala dalam bumi yang temaram

padamu, wanitaku

selalu teringat,
tutur kata mu yang mewarna,
membiru kalbu dalam malam pekat
terjaga, tiada karam

dan kini, diantara lalu lalang bising dan langit temaram,
disaung seberang bayangmu tercipta,
seperti mimpi

:wanitaku,
entah berapalama aku disini,
memandang bayangmu, tak sabar menanti
hari berganti

Semarang
edited 27 Juni 2014

#SHIRO_03

"Selamat pagi, cinta", si Bambang membisik di telinga kiri Eni. Karuan saja Eni cengar-cengir mendengar celotehan suaminya. Lha wong masih pagi loh, ndang nggombal
Tapi Eni tak langsung terjatuh dalam rengkuhan gombalan si Bambang, Dia hafal suaminya itu ada maunya ketika sok-sok an jadi romantis. Ya walaupun tahu sih, Bambang memang romantis. Sepuluhan tahun mereka menikah, ada-ada saja cara si Bambang menyenangkan isterinya. Buktinya, seminggu kemarin pas Bambang tembus arisan Bapak-bapak RT, si Eni dibeliin selusin tipe-x berbagai merek. Eni sih protes kok ya wes tuo dolanan tipe-x? Bambang cuma terkekeh tak berdosa. 
"Bune, kenapa to? lak ora ngeri kan alesanku dadi kowe nesu terus meneng wae? Kamu tahu, aku mengenalmu pertama kali pas kuliah dulu. Ya, memang sih kita beda kelas waktu itu. Tapi saya nduwe intelejen yang tak tugasin memperhatikan mu", kata si Bambang yang cuma agak ngarang. "dan tipe-x ini adalah benda berharga yang pertama, yang si dosen waktu itu menyebutmu gadis pembawa tipe-x gara-gara pas ujian kowe ki ni-pak ni-pek wae. Lah ibuk ki sinau mboten toh?"
Eni akhirnya tersenyum. Rona merah sedikitsedikit mewarnai pipinya. 

"Sinau lah. Tapi moco primbon. Nyari wangsit", Eni nyengir.

"Terus Bune, kenapa harus mempermasalahkan pemberian? Bukankah yang terpenting adalah makna dari suatu pemberian bukan bentuk pemberian itu?
tiktoktiktok

***

Bambang sudah saja nongkrong di bungalo belakang rumahnya. Mengamati sedih mujair-mujairnya yang agak besarbesar. Dia tidak membayangkan bagaimana minggu depan mujair itu bakal jadi the main course acara bakarbakar isterinya. 

Sementara si Eni sibuk nyapu sekitaran kolam kecil itu. Nampak hujan yang turun semalam membikin daun-daun nangka pada berguguran. Tapi, hujan semalam juga membikin Eni tersenyum: Mawar putih yang sekuntumkuntum mulai kembang. Mawar putih adalah bunga kesukaan Eni yang sering dipajang disampingsamping fotonya.

"Bu, ndene dilit", kata Bambang tibatiba.

Eni mendekati suaminya dan duduk di bungalo kecil itu. "Pripun Pak?", kata Eni.
"Kamu ingat gak hari ini?"
"Jum'at. Hari pertama tarawih versi Muhammadiyah"
"Walaaah malah ngopo. Mbok rasah nggowo kaum. Wong perbedaan kui rahmat"
"Hehe. Iyaaaa. Hla terus apa, Pak?"
"Hari ini adalah hari dimana saya..isin e aku..dimana bungabunga cinta dalam hatiku mulai berkembang"

Bambang membenarkan posisi kerahnya, bersiap ber-senandika
:Hari itu adalah hari pertama kali sejak beberapa hari kita tidak bertemu..lebih tepatnya saya tidak melihatmu. Yah, namanya juga pengagum rahasia waktu itu.. 
Dan mungkin atau bahkan kamu, dek Eni, tidak tahu dan menyadari bahwa aku mengagumimu. Tak apalah nyesek dulu.. bukankah cara menghibur dirinya juga seperti itu?

Dan akhirnya kita bisa bertemu dengan tidak sengaja. Sebenarnya saya hampir pulang waktu itu dari kampus. Lha wong wes mumet gara-gara guuuarapan e akeh. Tapi kok rasanya pengen mampir dan akhirnya ya saya mampir. Eh pucuk dicinta dan kamu ku cinta..eh maksudnya pucuk dicinta ulam pun tiba. 

"Stop. Harap gombalnya pake puisi ya. Yang berkelas", Eni melet, cengengesan.
"Emang gue takut"

ehmm

sekian lama,
senja yang tercipta nampak pudar warna
tak ada siluet tentang cerita
akan paras manismu, yang mewarna

dan aku disini, 
duduk berdiam diri memandang sepi
menyeka segenap kerinduan berduriduri,
dengan rangkai kisah,
yang ku buat sendiri..

Ah,
Tuhan..

harap dan rasa seakan sama
ber-drama dan bersandiwara

lalu, aku bermimpi
kau yang ku cinta ada disini
berparas ayu dengan tudung abuabu
tersenyum,
yang merahnya membiru kalbu

dek Eni,
dan akhirnya aku memandangmu

ketika cahaya membuka kelambu
ketika rindu dihati semakin memburu
dan, mimpiku seakan nyata

: ditempat itu kau nampak ayu,
dengan tudung-mu,
abuabu

CIIIEEEEEEEE
"Guuuombalmu pak..  Itu kan udah lama banget. Bahkan sebelum njenengan menyatakan cinta padaku. Lama pak. Sebelum akhirnya kamu lulus mendahuluiku kan?
Oh, aku ngerti kenopo njenengan ngebet lulus. Oalahhh... jebule bojo-ku iki penuh dengan perhitungan.

Tapi kok njenengan kelingan je?"

"Lah, kowe loh bune. Ketika cinta, mana mungkin sih bisa lupa?"

"Uwes ah. Kebablasen gombal terus. Eh, Pak, mawar e apik yo? Udah mulai kembang." 

"Hemm"

"Kok hemm tok?"

"Hemm.. 
Kok-pi ne endi?"


Kotagede
27 Juni 2014
08.41 pm

Wednesday, June 25, 2014

#SHIRO_02

Bambang memandangi wajah ayu isterinya yang masih tampak terlelap. Pelan-pelan sekali diusapnya pipi isterinya itu. "Kowe kok ayu buangeti to", batinnya. Dirapikannya selimut yang tampak agak berserakan. Hujan yang agak deras dimalam itu memang membuat hawa tambah dingin saja. Aneh memang. Bulan ini harusnya sudah masuk musim kemarau, tapi kok tetep saja hujan. Ya, musim memang susah ditebak belakangan ini. Tidak ada aturan yang jelas tentang pembagian musim seperti jaman pelajaran SD kelas empat dulu. Tapi hujan pun juga tidak apa sebenarnya. Hujan itu berkah. Hujan, yang dalam bahasa jawa ditranslate-kan jawah yang diambil dari bahasa Arab Ja'a Rahmatullah yang artinya telah tiba rahmat dari Allah. Berartikan hujan itu rahmat, berartikan hanya orangorang yang tidak tahu diri yang menolak dan mempermasalahkan rahmat dari Alloh. 

Bambang masih saja belum beranjak. Dia tibatiba anteng. Semenit kemudian dia pergi ke dapur. Bikin kopi. Tampaknya dia masih sayang untuk tidur atau melewatkan hujan yang ndilalah turun? Sebenarnya banyak kisahkisah leluhur yang mengagungagungkan hujan. Yang menganggap bahwa hujan itu adalah tangisan malaikat atas apa yang telah dilakukan manusia di bumi. Ada juga kaum galauers yang menganggap hujan adalah turunan inspirasi untuk menjawab kegundahan hati mereka.

Dan sampai sekarang hujan masih saja turun. Tambah deras.

Ditentengnya secangkir kopi hitam merek Kapal Tanker kedalam kamar. Bambang duduk diantara dipan tempat isterinya tidur dan jendela kamar. Dibukanya laci meja duduknya. Sambil menyeruput kopi hitamnya, dia membolak balik album foto yang dia temukan. Nampak foto-foto masa kawinnya dengan Eni puluhan tahun silam yang masih terjaga dengan rapi. Maklum, foto kualitas DSLR lebih mumpuni daripada tustel biasa yang jika tombol kecil dibawah kamera dipencet maka foto yang sudah diambil akan hangus semua. Namanya juga teknologi. Perkembangannya tak terbatas, beda dengan perkembangan penduduk yang ditekan dengan sistem KB.

Di foto itu nampak Eni menggunakan baju atasan lengan panjang, rok panjang coklat tua dan jilbab coklat tua. Dikedua tangannya nampak tato kontermporer dengan heena warna coklat pula gambar mawar putih dan tangkai-tangkainya. Wajahnya yang sedang tersenyum membusungkan lesung pipi kana-kirinya. Satulagi, merah senyum pipinya tidak tertutupi bedak sedikitpun. Natural. Ya, cantik itu natural. 

Bambang nampak tersenyum. Baginya Eni adalah gadis impiannya. Lha setiap hari di impikan kok. Dan mungkin alasan dia tetap terjaga dan menolak tidur itu karena takut memimpikan si Eni: dia ingin memandangnya secara nyata. 

Angannya membumbung, seperti elektabilitas si penjual handbody itu yang dibombong media. Belakangan harga handbody memang diobral. Murah sekali. Setiap saat di tampakkan. Citra. 

Bambang kembali tersenyum. Di luar jendela sana tampak sosok seorang wanita yang serba biasa saja. Memakai payung warna ungu berjalan sendirian. Ditangannya membawa sebuah tipe-x warna merah. Bambang menyebutnya gadis pembawa tipe-x. Gadis itu masih saja berjalan, entah mencari apa. Jodoh mungkin? 

Tidak tahu. Apapun yang dilakukannya Bambang tidak perduli. Dia hanya mengagumi parasnya. Cara berjalannya. Cara menenteng tipe-x nya. 

Gadis itu seperti yang didambakan Bambang. Sempurna. Tidak ada make up. Dan dari jauh pun sinarsinar paras ayunya memancar seolaholah membentuk pelangi di malam hari.

Bambang terperangah dan terdiam. Diseruputnya lagi kopi hitam yang tinggal setengah. Dan gadis diluar jendela itupun perlahan memudar, bersamaan dengan hujan yang mulai reda. Album foto itu dikembalikan lagi ke laci mejanya. Sembari menenteng gelas kopinya kembali ke dapur, di liriknya sekali lagi wajah Eni yang masih terlelap manis. Gadis pembawa tipe-x.

Lembayung
26 Juni 2014
10.15 am


#SHIRO_01

Langit malam ini hitam pekat. Cukup aneh memang setelah sesore tadi langitlangit tampak cerah. Sempurna cerah seperti iklan di televisi yang menggambarkan seseorang nabrak kaca garagara saking beningnya. Bening? Tiap malam minggu juga banyak yang bening.. maksudnya lampulampu di Taman Lampion itu sangat indah dan menjadikan malam menjadi bening, tidak lagi muram.

Bambang daritadi nampak celingukan, tidak percaya kok tibatiba mendung. Diseruputnya kopi hitam merk Kapal Tanker yang dikasih temennya minggu lalu dari Batam. Dasar wong bingung, kopi yang tinggal linek itu pun masih saja diseruput.

Eni yang tibatiba datang dari pintu dalam tampak cekikikan melihat suaminya kepahitan. Sembari duduk dia memberikan segelas teh anget yang dibawanya. Kebiasaan suami isteri itu tidak berubah walaupun sudah puluhan tahun mereka berjalan bersama dalam mahligai rumah tangga. Si Bambang suka sekali ngopi, sementara isterinya demen ngeteh. Setiap pagi, si Bambang suka sekali nongkrong di bungalo samping kolam ikan belakang rumah itu. Ya ngopi tadi, sama baca koran yang akhirakhir ini isinya kok membingungkan: kok ada ya, bohong ada buktinya? Jadi ingat ketika mantan pacar menanyakan bukti kesungguhan cintanya, si Bambang sampe pusing tujuh keliling kenapa dia mencintai mantannya itu. Lha kalo gak suka kok harus dipaksa loh..

Masa lalu si Bambang memang kompleks. Sekalipun dia itu agak gendheng, tapi tetep ndalan; otak nya jalan. Ketika dia ditanya tentang alasan kenapa dia mencintai mantannya itu, akhirnya dia menemukan jawaban yang luar biasa.

"dek", katanya waktu itu.
"kau tahu, kenapa matahari sangat dipuja dulu kala di masyarakat Mesir? Karena matahari itu tidak hanya besar, tapi juga berharga. Terlebih, matahari itu amat sangat istimewa. Ketika terbit dia membuat lekukan garis-garis oren di ufuk timur. Ketika siang, matahari juga tetap dipuja. Walaupun panas, tapi karena matahari juga to si Darmin itu bisa untung gede lewat usaha laundrian nya?
Terus sore, senja.
Duh, siapa yang gak tahu indahnya senja. Dilihat darimanapun senja itu tetap indah. Kamu ingat, foto pertama kita setelah jadian dulu di Pantai Sepanjang? Saya suka banget loh sama senja nya. Gara-gara senja itu pula kita itu nampak suuerasi banget.
Coba kalo gak ada,
pucet..

Dan kenapa aku mencintaimu? Karena kamu adalah matari, mentariku. Bagian mana darimu yang tidak mencerminkan keindahan? Parasmu yang ayu, pipimu yang lesung kanan kiri, apalagi kalo pas senyum.. merah meronanya itu loh bikin merinding. Jilbab yang selalu kau jaga juga mencerminkan keagungan dirimu. Pokoknya I love you full deh.. Every breath I breathe is only for you"

Karuan saja jawaban itu bikin klepekklepek. Dan akhirnya si mantan tadi kini menjadi isteri syahnya. Ya, Eni Susilowati anak pak dukuh desa sebelah itu.
Dalam hidupnya Bambang hanya sekali mencinta, ya si Eni lagi itu. Dia memegang prinsip bahwa pilihan yang dia pilih haruslah dipertanggung jawabkan. Memilih baginya merupakan sesuatu yang susah dan rumit. Lha pas lebaran tahun lalu si Bambang tetep pake jeans usangnya sedangkan temen sejawat nya bluwanja jeans baru. "aku nek ra merek Lea ora mas", katanya.

Kembali ke cerita awal tadi, sedangkan si Eni pagipagi lebih suka nyapu halaman sambil ngasih makan ikanikan mujair yang dipersiapkan untuk acara bakarbakar besok minggu depan. Namanya juga perempuan, apaapa harus dipersiapkan, gak bisa apa adanya, maksud e dadakan. Ngirit katanya. "Lha nanti sik tak nggo tuku pupur opo mas?", katanya suatu hari. Aneh memang. Wanita itu mahkluk mulia. Kenapa mereka tidak percaya diri dengan kemuliaan dirinya? Kenapa harus di tutupi dengan pupur merk fanbo itu?
Bambang-pun juga protes ketika malam kemarin istrinya si Eni pupuran cukup tebal. "Aku ra iso nonton abang e pipimu nek ngguyu. Ayumu ki ketutupan pupur", protesnya. Ya, itulah wanita.

Pas hari Minggu biasanya Bambang lebih suka dolan ke pantai, atau ke bukit bintang untuk sekedar makan jagung bakar dan nonton bintangbintangan dari lampulampu rumah. Sementara si Eni lebih suka dirumah. Setelah tadarus habis maghrib, dia tidak bisa diganggu. Kalau sudah menenteng laptop Asus X201 nya, apapun yang diomongkan si Bambang tetep tidak digubris. Dia butuh waktu khusus. Lalu, setelah silikon alias situasi lingkungan dan kondisi nya nyaman, dia akan ke dapur membuatkan suaminya segelas kopi hitam dan sepiring pisang goreng sementara dia ngambil sebotol aqua, segepok marning dan tissue untuk dirinya sendiri. Dia lalu masuk kamar, dan menguncinya dari dalam. Suaminya dibiarkan terperangah terheranheran sambil ngopi. Eni cuek: nonton film korea.

Ya, sekelumit kisah yang kadang tak masuk akal yang terjadi di keluarga si Bambang. Sni yang tadi cekikikan kini ikut nimbrung di bungalo. Duduk berdua dengan suaminya.

"Pak, kenapa pria mencintai seorang wanita?", tanyanya tibatiba.
Bambang terperekah, ngekek. "Wah Ibu ki takon kok koyo ngunu. Yo takdir nek kui ki".
"Nggeh mboten to, Pak". Eni nampak senyum.
"Sepuluhan tahun aku mbojo karo kowe, aku ki tetep seneng karo kui loh.. pipimu sik uabing koyo panganan moto kebo. Lha terus nopo lanang kok seneng wedok?"
"Apalane kok moto kebo, panganan ndeso. Nganu, Pak. Karena mereka itu berbeda. Dan karena perbedaan itu mereka bisa bersatu. Kalau sama, ya ndak bisa. Iso we tetep ora diolehke agomo Eslam. Jadi seharusnya, banggalah dengan perbedaan yang ada. Jangan jadikan perbedaan itu sebagai penghalang untuk bersatu, tapi justeru jadi pemersatu. Kaya tadi, pas sampeyan kepahiten mimik linek kopi, saya datang membawakan sampean teh anget ben sampean mboten sesek. Penak to pak?

Si Bambang tersenyum. Tangannya mengeluselus kepala isterinya. Dikecupnya kening si Eni. Tampak mesra, bersamaan gerimis yang turun membangunkan wangi tanah. Petrichor.

kotagede,
26 Juni 2014
12:38 am

Sunday, June 22, 2014

Elegi Bulan Juni

aku selalu mengingat garis nenek moyangku,
adalah panthera tua yang masih terjaga
yang tugur tersenyum diantara biasbias purnama
memerah,
dalam malam pilu,

ombak samodera.

ya, dia mungkin sedih, membayangkan kisahkisah lalu
yang tergambar pada siluet senja,
tenggelam pada putihputih buih,
yang membawanya dalam luka, bergores perih
:kisah juni yang lalu

lantas suatu hari aku bermimpi:

panthera yang tua tak lagi berduka, tiada lagi air mata menetes,
duka bulan juni lalu telah pergi, berganti dengan sebuah asa,
pada senja yang baru,
pada senyumanmu.

lalu, aku berbisik,

wanitaku,
kerinduan padamu tak akan pernah memudar,
meski harapan secerah lilin terpendar.

wanitaku,
hapuslah segala luka dan duka,
yang membawamu kepada derita lama,
:kisah juni yang lalu

wanitaku,
jika rasa tak tersimpan untuk mengadu,
ingin ku seka air mata dan luka,
mengganti dengan merah pipi senyummu..

namun, jika diam adalah cara mencinta dan menjaga,
maka ijinkanlah belatik terhembus,
membisikkan sebarisan katakata
tentang segala rindu,
dan cinta.

hingga nanti, pada suatu pagi dibuka,
tiada duka atau pun lara, tapi
sebuah bisikkan yang selalu menggema,
menghapus juni, menatap mimpi

:aku cinta padamu


15/06/14

Kita

..tentang malam, dan rembulan yang sayup mengintip
membuka celahcelah tirai langit temaram,
taburan gemintang kerlapkerlip
tumpah, bak rompesan sekam

semilir angin payau pinggir jalan lengang,
menyibak sunyi gelap kaku
diseberang, tergaris aurora bayangbayang
:parasmu, wanitaku

dalam temaram dan kerlip bertitik gemintang,
jika diam adalah cara mencinta dan menjaga
biarlah, ku nikmati manis ayumu dalam bayang
hingga nanti,

Dia menyatukan setiap alun nada, 
kita..

untitled

segaris guratan malam meninggi, dalam cahaya terpendar
tergambar ranum wajahmu yang menggetar
harihari menjadi terasa panjang
dan tak sabar, ingin mengulang

senja, yang tadi begitu jelas
merona dalam langit luas
mewarna langkah mu, menuruni setapak
jalan panjang tempatmu berpijak
tempatku memandang, senyummu yang tampak
dan pipi memerah tanpa bedak

malam meninggi dan cahaya yang terpendar
entah, daya rasa ingin mengejar
atas sejengkal rindu tiada pudar
padamu, si penyejuk bak fajar

The Beauty of Purple

terpecik beberapa tetes air dewa, di sekitar gang
kalangan yang dulu, mungkin satu-satunya
memegang senyum itu dengan sebuah buku
:aku sudah sampai, dan kau sejenak menghampiri
menghempas sunyi

kau tetap saja tak bergerak, memaku entah manja
tapi wajahmu memalingkan riak,
tiada terlupa walau sekejap mata

hari berganti, entah berapa lama
semacam rasa bermekar
menutup cerita lama yang berlembarlembar

kini, dibawah percikan yang sama
dalam malam yang menutup dengan tirai
I love the beauty of purple
blooms in midday

Senandika Senja

diantara malam meninggi kian sejengkal,
aku teringat senandika-mu bertahun silam
adalah dia yang akan menyibak temaram
dia, meski tiada kekal

cahaya purnama

ya, mungkin dia tiada apa
dibandingan matari yang ranumnya buka dunia
senyum terakhirnya hadirkan senja
: memerah dalam gulita

lalu suatu hari aku bertanya

kenapa mempermasalahkan apa yang beda?
tentang apa yang lebih kuasa?
bukankah dari semua yang terpenting adalah usaha?

cerah yang tergambar seolah mengajak terjaga
merona, terlebur dalam warna
o Dewi, jika kau berkuasa akan cahaya
pancarkan sinarsinar nirwana pada sahaya!

dan nanti, suatu pagi yang berbeda
akan ku buka harihari, bukan matari
bukan cahaya, tapi
bisikan sederhana

: aku mencintaimu, dek-sri

Senja

dibalik bentara tersembul warna,
jingga, yang teduh layak nirwana,
: Dewi membuatnya ada

senja,
entah berapa bahkan sekian lama,
meredup tanpa makna
melihatmu, dengan bayang berbeda

lalu aku berbisik,


wanitaku,
dalam senja senyummu tercipta

Entah

cahaya yang tertutup temaram langit sore,
menutup senja dalam gembulan tirai
O malam segera kan datang tawarkan damai
: cumbuan dengan remang lampu batere

gelisah kian mendera
:rasa menyeruak dalam jiwa

rembulan tak sekalipun datang, menawar dengan cahaya berbinar
dingin tercipta, diantara hembusan riuh angin nirwana
kemudian kau datang, dalam bayang, senyum terpancar
merdu melankolis nada, rasa yang masih sama

entah dulu berapa lama, dalam bulir putih dan ombak melambai
ketika tangan tergenggam, mata memancar, senyum tergerai,
aku mencintaimu,
ketika sahara masih terbentang permai
dan gangga hijau terjuntai

aku disini, membawa segengam asa diselasar hati
O padamu,
ku bawakan kasih seluas samoedra: tiada tepi

malam meninggi, cahaya terbelenggu dalam kelambu
dan ku hadirkan cawan penyeka sepi:
senyum memerahmu, wanitaku

untitled

entah
sudah pagi

atau
masih mimpi

ada
senyummu disini

Wanitaku

tiada bosan
dan

sedikit sesal
ketika

larik namamu
ada

Bayang Ilusi

Jalanan lenggang, sepi mendera
Dalam mega hitam tergambar Dewa
: kesetiaan ajarkan kesabaran

Teringat sejenak, temaram tercipta sesore
Rekah merah semburat senja
Terkikis

Mendesak asa, pasrah ku tangkis
Padamu,
Harap kurelakan antre

Gelap datang semakin meninggi
Menutup indah sinarsinar Dewi
Dalam hening alunan sanduran Weda, terasa
Butirbutir menusuk kalbu
: padamu penawar lara,
Aku merindu

Dan gerimis mulai membasahi
Menyarung, mewarna sepi hari
Terduduk kunikmati sejengkal
Manis kecil senyummu yang kekal
Dalam bayang ilusi

Pura-pura

Mau kah kau berpura-pura?
Berpura mencintaiku
Sekali saja

Mau kah kau berpura-pura?
Berpura mendampingiku
Sekali saja

Melukis pelangi diatas senja
Mewarna setiap bayang terpendar
Meski kau hanya pura-pura

Kan ku berikan cintaku
Sebukit bukit untukmu
Dengan sebenarnya

Kan ku berikan kasih sayang
Tiada terperi:
Seluas samudera

Sehingga kau pun lupa
Pada akhirnya

Jika kau sedang berpura-pura

22/06/14

Tuesday, June 17, 2014

Masih

Kisah tentangmu
Selalu saja
Terasa

Entah
Berapa lama
Kusimpan rapi

Dalam rona
Senja memerah
Kini

Ingin
Melukiskan kata
Mengucap rasa

Tapi meragu
Hanya hati
Kelu

Aku
Tak ingin
Membiarkan senja

Pergi seketika
Hanya karena

Kata

18/06/14

Monday, June 16, 2014

untitled

dalam redup mentari, berdiri
diantara sekatsekat kemungkinan
ah, realita keinginan dan harapan
teraduk, segelas memori

awan muram, terbungkus nodanoda temaram
guratan fajar kemarin, tiada lagi terpancar
pilu, membisu
padamu, kerinduan tak kan pernah tenggelam,
meski harapan secerah lilin terpendar
:semoga kau tau,

dan malam, mulai setapak menanjak
memutar ceritacerita kemarin dalam langit kelabu,
:jika hanya semulia rasa yang kupunya untukmu,
salah kah aku, memantaskan diri hingga waktu tiba kelak?

jika diam adalah cara mencinta dan menjaga,
maka biarkan ku nikmati bayangbayangmu,
yang menjadi pewarna atas rindurindu dada
:aku mencintaimu,

kini, dalam rona temaram bergugus gemintang,
menanti cahaya membuka kelambu
O Tuhan, berkati dia dalam perjalanan panjang,.
dia, si paras ayu memerah,
:wanitaku.
#

10/6/14

tentang hujan, dan bayang

hujan merinai, basah disekitar
jalanjalaan itu tampak lengang, tiada orangorang berseliweran,
sepi, memutar

teringat tentang suatu hari yang lalu,
dengan senyum kecilmu diujung gang itu
meski hanya sebentar saja bertemu..

dan kau nampak lugu, dengan senyum ayu yang menawan,
anggun parasmu, bak matari senja yang bersahaja,
yang memerah, di lesung pipi tanpa pewarna..

kini, disebaris gerimis kala temaram, bayangmu hadir kembali..
jarak yang terhampar, yang memisahkan dengan segenap kerinduan seakan terlipat,
sejengkal, kau begitu dekat..

dek sri, wanitaku..
segala asa dan kerinduan padamu bukan hanya tentang sandiwara
melainkan kesungguhan atas segala cita,

dan meski hanya semulia kata yang ku punya,
namun ijinkan, ku nikmati bayangbayangmu dalam rinai hujan yang tercipta
hingga nanti tiba waktu,
kita bersama..
#

15/06/14